Dalam laman tersebut, sang hacker memprotes harga paket data Telkomsel yang dianggap terlalu mahal. Deskripsinya pun berisi kata-kata kasar yang mengeluhkan soal itu.
Menanggapi hal ini, Ketua Lembaga Riset Keamanan Cyber CISSReC (Communication and Information System Security Research Center), Pratama Persadha menjelaskan, bahwa serangan pada situs Telkomsel sejatinya bisa menyerang siapa saja. Namun Telkomsel sebagai salah satu perusahaan besar tanah air memang menjadi objek peretasan yang sangat menarik, apalagi sebagai perusahaan telekomunikasi.
“Peretasan pada situs Telkomsel tentu menjadi sinyal serius bagi kita semua terutama Pemerintah. Kemampuan meretas ini semakin lama semakin canggih dan cepat meluas. Tentu dibutuhkan langkah ekstra agar perusahaan dan infrastruktur lain di tanah air aman dari upaya peretasan lainnya,” kata Pratama, Jumat (28/4/2017).
Pratama menambahkan, bahwa umumnya deface atau mengubah tampilan pada objek peretasan ini hanya ingin menunjukkan eksistensi si peretas atau kelompoknya. Namun dalam kasus Telkomsel ini, peretas memilih tidak menyebutkan identitas mereka dan hanya memberikan semacam peringatan bagi Telkomsel untuk menurunkan tarif internet.
“Aspirasi yang disampaikan dengan cara meretas bisa saja akan banyak dilakukan dengan kejadian ini. Jadi motifnya tidak selalu ekonomi dan eksistensi,” tambah Pratama.
Menurut dia, jika di lihat apa yang dilakukan hacker, bahkan sampai sempat membuat self-signed certificate, terindikasi bahwa hacker kemungkinan besar tidak hanya berhasil melakukan defacing terhadap situs Telkomsel; tetapi juga sudah mengambil alih server yang digunakan oleh situs Telkomsel. Hal ini terlihat juga dari respon pengelola situs yang kurang cepat bertindak.
“Perusahaan sebesar Telkomsel seharusnya mampu merespon hal ini secara lebih cepat, minimal mengganti tampilan yang berhasil di deface. Hal ini menunjukkan hacker benar-benar sudah masuk ke dalam sistem server. Secara lebih detail, bagaimana hacker masuk ke dalam sistem akan dapat terlihat setelah proses forensik,” jelasnya.
Pratama menjelaskan, peristiwa ini bisa menjadi pelajaran bagi perusahaan besar dan instansi Pemerintah bahwa sebenarnya situs di masa kini menjadi semacam kantor online yang sangat penting. Jadi harus dipastikan dijaga, sering dichek apakah ada log file yang mencurigakan.
Ditambahkan Pratama, metode yang paling banyak digunakan adalah kombinasi injection, brute force login password, sensitive information disclosure (root directory, php.info). Bahkan, menurutnya, tidak tertutup kemungkinan ada keterlibatan orang dalam Telkomsel sendiri.
“Peristiwa semacam ini yang membuat Badan Cyber Nasional harus segera dibentuk oleh Pemerintah. BCN ini bertugas memastikan dan membantu keamanan cyber infrastruktur penting, dan Telkomsel ini masuk dalam penyedia layanan komunikasi dan internet. Kalau sudah ada kejadian seperti ini jadi kita bingung siapa yang akan bertanggungjawab dan menyelesaikan,” ujar mantan pejabat Lembaga Sandi Negara ini.
Menurut Pratama, akan sangat sulit apabila peusahaan dan instansi Pemerintah dibiarkan sendiri mengurusi dan membuat standar keamanan seperti apa yang harus dibuat untuk memperkuat sistem mereka. Di negara-negara lain, lembaga semacam BCN ini memastikan infrastruktur kritis berjalan aman dan ini juga jadi pertimbangan ekonomi para investor. [KM-01]
0 komentar:
Posting Komentar